Ditulis oleh seorang sufi Persia bernama Hakim Nizami Ganjavi. kisah cinta Laila Majnun adalah kisah cinta antara Imra'il Qais dan Laila. Ini adalah perjalanan seorang sufi sampai kepada Tuhannya pada proses cinta, dimana kecintaan membuat Majnun meninggalkan keegoannya, memandang dirinya dan penciptanya sebagai kesatuan yang tak terpisah, sehingga mencapai tahap peniadaan diri.
Kita dihadapkan pada perjuangan yang bukan hanya menembus batas harga diri, tetapi juga mengorbankan darah dan nyawa dari orang-orang yang berpihak. Perjalanan Majnun mencintai Laila, perasaan Laila terhadap Majnun, syair-syair yang berada diantara mereka, pilihan hidup mereka yang mempengaruhi orang-orang disekitar mereka, secara keseluruhan menggambarkan berbagai sisi kehidupan.
Bukankah suatu kegilaan bila kita terbakar selamanya dalam nyala api..??
bukankah suatu kegilaan bila kita tidak makan dan tidur sedikitpun...??
semakin ubat dicari semakin parah sakitnya, begitu dekat, namun terasa begitu jauh.
Hanya kata "Laila" yang sangat berarti. Ketika orang-orang membicarakan hal lain, ia akan menutup telinganya dan mengunci mulutnya.
Katakan padanya: "orang yang telah mengorbankan segalanya untuk-Mu menyampaikan salam dari jauh. Titipkan sehembus nafas-Mu melalui sang angin untuk memberitahu dia bahwa engkau masih memikirkannya."
"Oh lilin jiwaku jangan kau siksa diriku, ketika aku mengelilingimu, kau telah memikatku, kau telah merampas tidurku, akalku juga tubuhku."
Laila adalah cahaya fajar, Majnun adalah sebatang lilin. Laila adalah keindahan, Majnun adalah kerinduan. Laila menabur benih cinta, Majnun menyiraminya dengan air mata. Laila memegang cawan anggur cinta, Majnun berdiri mabuk oleh aromanya.
"Aku bagaikan orang yang kehausan, kau pimpin aku menuju sungai Eufrat, lalu sebelum sempat aku minum kau menarikku dan kembali ke kawasan panas membara, padang pasir yang tandus."
Kau mengajakku ke meja perjamuan, tetapi kau tak pernah mempersilahkanku makan. Mengapa Kau menampakkannya diawal, jika tak pernah berniat membiarkan aku memiliki hartaku.
"Aku melihat matanya dalam matamu, lebih hitam dari kegelapan. Namun banyangannya tak akan pernah kembali oleh hanya kesamaan. Karena apa yang telah hilang dariku tak akan pernah tergantikan. Dan yang tersisa hanyalah kenyataan yang menyakitkan."
"Setiap hembusan angin membawa harumanmu untukku. Setiap kicauan burung mendendangkan namamu untukku. Setiap mimpi membawa wajahmu. Aku milikmu, aku milikmu, jauh maupun dekat. Dukamu adalah dukaku, seluruhnya milikku, dimanapun ia tertambat.
Di alam ini semua hal ditakdirkan untuk binasa, tak ada yang abadi. Namun, jika ada "mati" sebelum anda mati, berpaling dari dunia dan kemunafikan wajahnya, anda akan meraih keselamatan dalam kehidupan yang abadi. Terserah pada anda, anda adalah penentu bagi takdir anda sendiri. Pada akhirnya kebaikan akan bersatu dengan kebaikan dan keburukan dengan keburukan. Ketika rahasia anda diteriakkan di gunung dan gaungnya kembali, anda akan mengenali suara itu sebagai suara anda sendiri.
Jalan kita berbeda dan tak akan pernah bertemu. Kau adalah sahabat bagi dirimu sendiri, diriku adalah musuh terbesarku. Apakah kau fikir akulah yang ada dihadapanmu...??
Kau membayangkan bahwa kau melihatku, tapi dalam kenyataan aku tidak ada lagi.
Aku telah tiada dan yang kini dicintai yang tersisa.
Akhirnya seorang sufi bermimpi ia melihat Majnun berada disamping Tuhan, dan Tuhan membelai-belai kepala Majnun dengan penuh kecintaan dan kasih sayang. Majnun disuruh duduk disamping Tuhan, dan Tuhan berkata: "Tidakkah engkau malu memanggil Aku dengan nama Laila setelah kau teguk anggur cinta-Ku....?." Sufi itu terbangun dalam keadaan cemas, Ia melihat posisi Majnun, tetapi dimanakah Laila...??
Tuhan mengilhamkan dalam hatinya, bahwa posisi Laila lebih tinggi lagi, karena Laila memendam kisah cinta dalam hatinya.
Laila...
berlalu masa saat orang meminta pertolonganku, dan sekarang adakah seorang penolong yang akan memberitahu rahasia jiwaku pada Laila...??
Wahai Laila, cinta telah membuatku lemah tidak berdaya.
Seperti anak hilang, jauh dari keluarga dan tak memiliki harta.
Wahai angin, sampaikan salamku pada Laila. Apakah dia masih mau berjumpa denganku...??
Bukankah aku telah korbankan kebahagiaanku karenanya...??
hingga diri ini terbiar, sengsara dipadang pasir gersang.
Wahai kesegaran pagi yang murni dan indah, maukah kau sampaikan kerinduanku pada Laila...??
belailah rambutnya yang hitam berkilau, untuk memenuhi dahaga cinta yang memenuhi hatiku.
Wahai angin, maukah kau membawa keharuman rambutnya kepadaku...??
sebagai pelepas rindu dihati.
Wallahu a'lam....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar